Konsentrasi Kritis Misel (KKM) Dan Entalpi Dari Gelatin Pada Berbagai Suhu
Surfaktan atau surface active agents atau wetting agents merupakan bahan organic yang berperan sebagai bahan aktif pada detergen, sabun, dan sampo. Surfaktam dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air. Surfaktan juga digunakan dalam industry tekstil dan pertambangan, baik sebagai lubrikan, emulsi, maupun flokulan. Kadar surfaktan 1 mg/L dapat mengakibatkan terbentuknya busa di perairan. Meskipun tidak bersifat toksik, keberadaan surfaktan dapat menimbulkan rasa pada air dan menurunkan absorbs oksigen di perairan (Puspitasari et al., 2013).
Konsentrasi minimum pada surfaktan dalam larutan disebut konsentrasi kritis misel (critical micelle concentration). Nilai CMC mungkin cara paling sederhana untuk mendeskripsikan perilaku koloid dan permukaan dari surfaktan dan menggambarkan informasi tentang kegunaan industri dan aktivitas biologi dari detergen. CMC juga dapat digunakan dalam mempelajari kinetika dan mekanisme reaksi dari beberapa kasus. CMC umumnya mencakup dispersi amfifil yang menunjukkan perubahan yang tiba-tiba pada sifat fisiknya seperti konduktivitas, tegangan permukaan, tekanan osmotik, penyebaran cahaya, dan kecepatan suara (Vishnyakov et al., 2013).
Surfaktan ionic terdiri surfaktan anionic dan kationik. Surfaktan anionic merupakan surfaktan yang bagian alkilnya mengikat suatu anion dan surfaktan kationik merupakan surfaktan yang bagian alkilnya mengikat suatu kation. Sedangkan surfaktan nonionic yakni surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan dan surfaktan amfoter merupakan surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negative. Surfaktan ionic dapat berfaedah bila ada asam dan basanya, sedangkan surfaktan nonionic bersifat kovalen dan tak terionisasi (Wahyuni et al., 2014).
(Sumber: Apriyani, 2017)
Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan hydrogen pada permukaan. Mereka melakukaannya dengan menaruh kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air. Pada percobaan ini akan ditentukan konsentrasi kritis misel dan harga entalpi dari gelatin pada pelarut air. Misel dapat terbentuk jika pada larutan dengan konsentrasi tinggi, di mana ditunjukkan dengan terjadinya fenomena di mana adanya perubahan mendadak pada beberapa sifat fisik seperti turbiditas, tekanan osmosis, tegangan muka, dan daya hantar listrik. Konsentrasi larutan di mana misel terbentuk disebut konsnetrasi kritis misel (Fessenden, 1986).
Mekanisme surfaktan secara umum adalah, surfaktan akan bekerja sebagai senyawa yang akan menurunkan tegangan permukaan dengan cara bagian kepala surfaktan akan berada pada bagian dalam permukaan air, sementara bagian ekornya akan berada pada bagian atas permukaan air, dengan ini maka surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan dari cairan tersebut. Ketika surfaktan ditambahkan terus menerus kedalam suatu cairan maka surfaktan akan membentuk agregat berbentuk sperikal (bulat) yang dinamakan misel, dimana misel ini merupakan agregat partikel yang terdiri dari 50-100 monomer surfaktan yang saling berinteraksi membentuk aregat dengan ukuran 5-100 nm. Konsentrasi dimana terbentuknya misel ini yang sering disebut sebagai konsentrasi misel kritis (KMK) dimana konsentrasi ini dicapai ketika penambahan surfaktan tidak menyebabkan penurunan kembali tegangan permukaan dari suatu cairan. Penentuan nilai KMK ini sangat penting dilakukan terutama untuk menentukan konsentrasi surfaktan yang dapat digunakan sebagai solubilizing agent dimana surfaktan bekerja sebagai solubilizing agent saat surfaktan tersebut telah membentuk misel, misel yang berbentuk bulat akan mengelilingi molekul obat yang bersifat hidrofobik untuk kemudian bagian luar misel yang bersifat hidrofilik akan berinteraksi dengan molekul air sehingga akan menyebabkan pelarutan obat atau yang sering disebut sebagai solubilisasi miselar. Surfaktan dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu anionik, nonionik, kationik, dan zwitterionik atau amfoterik (Ramdhan et al., 2022).
Misel merupakan koloid sabun asid organic yang molekulnya mempunyai ujung hidrofobik (tak larut air) dan hidrofilik (larut air). Kehadirannya mungkin akan meningkatkan kelarutan hidrokarbon dalam air dengan bertindak sebagai penghubung antara radikal OH pada ujung hidrofilik dan molekul hidrokarbon pada ujung hidrofobil (Schilz et al., 2018).
Misel dapat terbentuk karena di bawah konsentrasi kritis misel, konsentrasi surfaktan yang mengalami adsorpsi pada antar muka akan bertambah jika konsentrasi surfaktan total dinaikkan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini dapat tercapai suatu titik dimana baik antar muka maupun dalam cairan menjadi jenuh dengan monomer. Jika konsentrasi surfaktan terus ditambah hingga berlebihan, maka mereka akan beragregasi terus membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel disebut Critical Micelle Concentration (CMC/kkm). Tegangan muka akan menurun hingga kkm tercapai. Setelah kkm tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Atkins, 1999).
Pengelompokan surfaktan adalah sebagai berikut (Puspitasari et al., 2013):
Pada percobaan ini, penentuan kkm dilakukan dengan mengukur daya hantar listrik larutan pada variasi konsentrasi dan temperature larutan dengan menggunakan gelatin pada pelarut air. Besarnya daya hantar listrik dapat diketahui dengan menggunakan konduktometer. Konduktometer dapat menentukan besarnya daya hatar suatu larutan karena alat ini dilengkapi oleh konduktor (yang dicelupkan ke dalam larutan). Konduktor ini akan menerima rangsangan dari suatu ion-ion pada larutan gelatin yang menyentuh permukaan konduktor dan nasilnya akan diproses dan dilanjutkan pada outpunya berupa angka/bilangan. Bahan yang digunakan sebagai surfaktan dalam percobaan ini yakni gelatin. Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen kulit, tulang atau ligamen (jaringan ikat) hewan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen. Gelatin memiliki gugus yang bermuatan dan bagian tertentu dari rangkaian kolagen mengandung asam amino hidrofobik dan hidrofilik. Bagian hidrofobik dan hidrofilik dapat berpindah di permukaan, sehingga dapat mengurangi tegangan muka larutan. Pada saat yang sama, gelatin memiliki beberapa sifat melindungi stabilitas permukaan yang dibentuk. Oleh karena itu, pada percobaan ini digunakan gelatin karena sifatnya itu yang mirip dengan surfaktan. Sebelum digunakan, gelatin perlu dilarutkan terlebih dahulu ke dalam akuades panas. Penggunaan akuades panas karena jika menggunakan akuades biasa (tidak panas), gelatin akan sulit larut. Sehingga adanya akuades panas akan mempermudah dan mempercepat proses pelarutannya.
Gelatin yang dilarutkan dalam akuades akan menghasilkan busa. Busa ini terbentuk karena sifat surfaktan yang dimilikinya. Daerah hidrofobik pada rantai peptida gelatin bertanggung jawab untuk menyediakan gelatin pengemulsi dan sifat berbusa. Adanya busa menunjukkan adanya dispersi gas dalam cairan atau padatan. Busa yang terbentuk terdapat di permukaan air karena pembentukan busa hanya terjadi pada saat surfaktan yang berada pada antar muka air-udara, dengan gugus hidropobik memanjang pada bagian fase gas. Pada saat fase gas terbagi, maka busa akan terbentuk. Pada keadaan ini, udara merupakan media nonpolar. Untuk mengetahui besarnya konsentrasi kritis misel pada gelatin dalam pelarut air, dilakukan pengukuran daya hantar listriknya dengan konduktometer. Pengukuran dilakukan dengan konsentrasi gelatin tertentu dan dalam temperature yang bervariasi.
Berdasarkan hasil percobaan, terlihat bahwa pada konsentrasi larutan yang sama, semakin tinggi temperaturenya menyebabkan nilai daya hantar listriknya juga semakin tinggi. Adanya pertambahan temperatur menunjukkan pertambahan kalor dalam larutan yang bertujuan untuk mempercepat laju reaksinya. Hal ini dikarenakan senyawa pada temperatur yang tinggi menyebabkan partikel secara tidak langsung akan mendapat tambahan energy dari luar, sehingga energy kinetic yang dimiliki suatu partikel akan bertambah besar. Hal ini yang menyebabkan pergerakan partikel akan semakin cepat, sehingga partikel akan lebih sering menyentuh/mengenai konduktor pada konduktometer, sehingga daya hantar listrik yang dihasilkan pun semakin besar.
Akan tetapi, terdapat ketidaksesuaian nilai pada beberapa kondisi di mana pada temperature yang lebih tinggi justru nilai daya hantar listriknya menurun. Hal tersebut dimungkinkan karena saat proses percobaan, larutan harus dipanaskan dahulu (disesuaikan temperaturnya) sampai terperatur yang diinginkan. Namun, saat dipanaskan ternyata tidak semua bagian larutan terkena kalor (panas tidak merata). Sehingga, sesekali larutan perlu diaduk agar pemerataan panas dalam larutan dapat merata dan ketidaksesuaian hasil dapat dihindari.
Jika dilihat dari konsentrasi gelatin yang bervariasi, hasil percobaan menunjukkan pada temperature yang sama, konsentrasi gelatin yang lebih tinggi, akan menghasilkan daya hantar listrik yang lebih tinggi juga. Hal ini dikarenakan semakin besar konsentrasi gelatin menyebabkan pembentukan misel yang terjadi dalam larutan juga semakin banyak. Sehingga, semakin banyak ion-ion larutan yang menyentuh konduktor dan nilai daya hantar lintriknya tentu akan lebih tinggi pula.
Berdasarkan fakta hasil percobaan, dapat diketahui bahwa terdapat dua factor penting yang menyebabkan pembentukan misel yakni temperature dan konsentrasi larutan. Jika parameter penentuan konsentrasi kritis misel berdasarkan penentuan daya hantar listriknya, diperoleh hasil bahwa saat temperature dinaikkan (mempercepat pembentukan misel) maka daya hantar listriknya semakin tinggi dan jika konsentrasi larutan dinaikkan daya hantar listriknya juga semakin tinggi. Daya hantar yang semakin tinggi menunjukkan semakin banyaknya ion misel yang terbentuk dalam larutan.
DAFTAR PUSTAKA:
Apriyani, N. 2017. “Penurunan Kadar Surfaktan dan Sulfat dalam Limbah Laundry”. Jurnal Media Ilmiah Teknik Lingkungan. Vol. 2(1): 37-44.
Atkins, P. W. 1999. Kimia Fisik Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R. J. 1986. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Puspitasari., Arnelli dan A. Suseno. 2013. Formulasi larutan pencuci dari surfaktan hasil sublasi limbah laundry. Jurnal kimia sains dan aplikasi. Vol. 16(1);11-16.
Ramdhan, M. R., R. Ariyani dan G. C. E. Darma. 2022. “Kajian Pustaka: Penentuan Nilai Konsentrasi Misel Kritis (KMK) Surfaktan serta Pengaruhnya terhadap Kelarutan Zat Aktif Farmasi”. Bandung Conference Series: Pharmacy. Vol. 2 (2) : 183 – 189.
Schilz, N., T. Behnke, dan U.R. Genger. 2018. ‘’Determination of the Critical Micelle Concentration of Neutral and Ionic Surfactans Concentration of Conductometry and Surface Tension-A Method Composison’’. Journal Of Fluorescense. Vol. 1(1) : 1-12.
Vishnyakov, A., M.T. Lee, dan A.V. Neimark. 2013. ‘’Prediction Of The Critical Micelle Concentration Of Nonionic Surfactans by Dissipative Particle Dynamics Simulation’’. Journal of Physical Chemistry Letters. Vol. 4 (2) : 797-802.
Wahyuni, R., A. Halim, dan R. Trifarmila. 2014. ‘’ Uji Pengaruh Surfaktan Tween 80 dan Span 80 Terhadap Solubilisasi Dekstrometorfan Hidrobromida’’. Jurnal Farmasi Higea. Vol. 6(1) : 1-10.
Komentar
Posting Komentar